BEST OFFER : This space is available for you. For inquiries please email soon to : 165mazri@gmail.com

Thursday, October 20, 2011

RUMAH GADANG TUANKU SULTAN ACHMAD

Jika kita pergi raun-raun ke Lubuk Jantan, persis di depan Simpang Kalumbuek, jika kita melayangkan pandang ke sebelah kanan jalan, kita akan menemui reruntuhan rumah adat Minangkabau, seperti yang kita lihat pada gambar di atas. Umumnya masyarakat Lubuk Jantan menyebutnya dengan nama “Rumah Seberang Parik” karena posisinya memang berada di seberang parit yang cukup dalam yang harus kita seberangi sebelum mencapai rumah adat tersebut. Sepanjang pengetahuan kami, inilah rumah adat yang paling besar yang pernah dibuat dan bentuknya sedikit berbeda dengan kebanyakan rumah adat yang masih tersisa di Lubuk Jantan. Wow.. sungguh cantik sekali seni bangunan rumah adat ini dan sedikit mirip dengan seni arsitektur istana lama Seri Menanti di Negeri Sembilan, walau sayang sudah tidak terurus dan entah kapan akan ada kemauan kita semua untuk melestarikan seni budaya dan adat Minangkabau yang masih tersisa. Konon kabarnya, kembaran rumah adat ini pernah ditemui dan disampaikan oleh para nenek dan datuk kita di Buo, hanya saja yang di Buo lebih panjang dan lebih besar. Pertanyaan kita, siapakah pemilik rumah adat ini?


Saat kita berdiri dekat pintu masuk rumah adat ini, pada dinding sebelah kiri akan kita temui sebuah papan kecil yang bertuliskan “SULTAN ACHMAD”, yang seolah-olah memberitahukan kepada kita nama pemilik rumah adat ini. Berdasarkan sejarah yang pernah kami dengar dari almarhum Sutan Alamsyah Datuek Simarajo Tuanku Mudo nan Godang dan almarhum Sutan Iskandar Datuk Bijayo Tuanku nan Ketek, juga dikonfirmasikan oleh pewaris Kerajaan Adat Buo, almarhum Haji Sabran Pahlawan Garang, disampaikan bahwa memang benar rumah ini adalah milik Sultan Achmad atau yang dalam bahasa sehari-hari masyarakat Lubuk Jantan memanggilnya Tuanku Tan Amat, singkatnya sering disebut-sebut Ongku Tan Amat. Juga dijelaskan bahwa Tuanku Tan Amat ini adalah salah seorang anak kandung Raja Adat di Buo yang terakhir, Nan Dipertuan Sembahyang Sulthan Abdul Jalil Lukmanul Hakim Muningsyah (1802 – 1872), yang kemudian kita kenal sebagai pejuang pidari melawan Belanda di Lintau dan Koto Tujueh bersama anak-anaknya, Tuanku Tan Amat, Sutan Hasyim Tuanku Tinggi dari Tepi Selo, berikut para kemenakan dan kerabatnya yang lain seperti Sutan Ismail Tuan Bujang Panji Alam dari Buo dan Sutan Saleh Nan Dipertuan Talang dari Sumpur Kudus.
Ibu dari Tuanku Tan Amat ini adalah Puti Rahmani dan sebagai mas kawin atas perkawinan kerajaan ini, Nan Dipertuan Sembahyang memberikan mas kawin berupa tanah yang sangat luas yaitu sejak dari parik duo lampih (batas dengan Buo) sampai dengan simpang balai sotu. Berdasarkan silsilah yang dicatat di Buo, Nan Dipertuan Sembahyang menikah dengan Puti Rahmani, seorang wanita dari pesukuan Caniago Seberang Lurah, memiliki dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan, yaitu:

Tuanku Sultan Achmad atau Tuanku Tan Amat,
Sutan Lembang Lawik gelar Penghulu Sati,
Puti Balukih (mungkin maksudnya Puti Bulqis)

Tuanku Tan Amat ini banyak memiliki saudara seayah, baik itu di Tepi Selo, Pagaruyung, Sumpur Kudus, Saruaso dan Kuantan Singingi. Saudara seayah Tuanku Tan Amat di Tepi Selo berada di Kampung Rajo, antara lain: Datuk Marajo, Puti Cayo Gadih Elok Baso dan Sutan Hasyim Tuanku Tinggi. Di Pagaruyung, saudara seayahnya berada di Istana Silindung Bulan, yakni: Sutan Muhammad Isa Nan Dipertuan Sati Gunung Hijau, jadi raja di Gunung Sahilan dan Tuan Gadih Puti Reno Sumpu. Masih di Pagaruyung, tepatnya di Kampung Tengah, saudara seayahnya adalah Tuan Aciek Puti Salosai. Di Sumpur Kudus, saudara seayah Tuanku Tan Amat adalah Puti Tisah di Kampung Dalam Sumpur Kudus. Di Saruaso dicatat Tuan Gadih Saruaso dan Sutan Manzun yang menjadi Tuan Indomo yang terakhir. Sementara itu di Kuantan Singingi, kita akan mendengar nama Nan Dipertuan Saleh sebagai raja di Koto Tuo, yang juga tercatat sebagai saudara seayah dari Tuanku Tan Amat.

Memang ada belasan putra dan putri dari Nan Dipertuan Sembahyang yang tersebar di banyak daerah. Selama dalam masa perjuangannya melawan Belanda sampai dengan tahun 1850, Nan Dipertuan Sembahyang menetap di beberapa tempat dan memiliki banyak anak, termasuk Tuanku Tan Amat kita. Konon kabarnya, sejarah lisan mengatakan bahwa adik-adik Tuanku Tan Amat yang bernama Sutan Lembang Lawik dan Datuk Marajo tidak dimakamkan di Lintau, tapi dimakamkan di samping makam ayah mereka di ustano rajo-rajo Ceranti di Kuantan Singingi.

Di rumah adat itu menetaplah saudara perempuan Tuanku Tan Amat yang bernama Puti Balukih sampai dengan awal abad 20. Puti Balukih mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sutan Kaharudin yang kemudian juga ditabalkan sebagai niniek mamak di Lubuk Jantan dengan gelar Ongku Tan Amat, untuk jabatan sebagai malin adat. Sutan Kaharudin ini memiki banyak isteri termasuk di Rumah Lintau, Tepi Selo, Rumah Baanjueng Batu Bulek dan di pesukuan Melayu Tanjueng Ambacang. Sementara itu, kita kurang bisa memastikan siapakah anak-anak dari Tuanku Tan Amat ibni Nan Dipertuan Sembahyang. Ada beberapa keterangan yang menyebutkan nama Tuanku nan Pingai dan Tuanku nan Pirang adalah anak-anak dari Tuanku Tan Amat. Dalam keterangan yang lain juga disebutkan bahwa Sutan Ibrahim Tuanku Bagindo Malano di Rumah Nan Elok adalah anak dari Sutan Lembang Lawik saudara laki-laki Tuanku Tan Amat. Anak cucu dari Sutan Ibrahim Tuanku Bagindo Nan Elok ini berada di Rumah Tabieng, Lubuk Jantan.

Namun yang jelas, dari data sejarah lisan yang sempat kami catat, sekiranya akan lebih baik jika kita para anak nagari yang berasal dari Lintau, bersama-sama dengan semangat untuk melestarikan nilai adat dan budaya Minangkabau, mulai melakukan upaya-upaya penyelamatan rumah adat Sulthan Achmad tadi sebagai warisan sejarah. Jika kita masih berpangku tangan dan berdiam diri, maka itu sama saja kita membiarkan warisan adat dan budaya Minangkabau itu lenyap dan hancur ditelan waktu. Entah siapa lagi yang harus kita tunggu untuk menyelamatkan rumah adat itu? Bukankah sudah dijelaskan sebelumnya jika pemilik rumah itu adalah salah seorang pejuang pidari yang dengan gegap gempita melawan Belanda di Lintau dan Koto Tujueh? Inilah warisan sejarah yang harus kita tuturkan kepada anak cucu kita. Inilah rumah adat yang harus kita selamatkan sebagai bukti dari sejarah perjuangan orang Lintau melawan Belanda. Sangat disayangkan jika rumah adat secantik ini tidak akan pernah kita lihat lagi di masa-masa yang akan datang jika tidak segera kita selamatkan sebagai warisan adat dan budaya Minangkabau di Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar.
Batam, 19 Oktober 2011
Ricky Syahrul Panji Alam
---------------------------------------------
Dari Milis RantauNet



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar :

Top Stories

Supported by

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
FOR RENT : This running text is ready for rent. For inquiries please email soon to : reservation@rockyplazahotelpadang.com or 165mazri@gmail.com